Digitalisasi Kartu Kesejahteraan Sosial

Setahun berlalu lagi. Sebagai seorang TKSK, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan, tiap awal tahun saya selalu merasakan kegagalan. Tidak banyak pencapaian pada tahun kemarin. Hanya beberapa Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan yang dapat tertangani. Itupun bukan sepenuhnya karena perjuangan saya. Terlebih karena kesadaran komunal, kesadaran masyarakat, kepedulian mereka terhadap sesama. 

Pergeseran Kebijakan Bantuan

Tercatat di Kecamatan Sambong, Kecamatan saya, selama tahun 2020 ada beberapa penyandang cacat karena diabetes dan karena kecelakaan kerja, mendapat perhatian dan bantuan dari Dinas Sosial P3A Kabupaten Blora yang bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Itu juga bukan karena jasa saya. Itu jasa para teman-teman aktivis kemanusiaan, LSM yang saya sendiri tidak mengenal mereka. 

Ada beberapa penderita penyakit kronis yang mendapatkan bantuan dari Dinsos P3A Blora. Bahkan pada saat pemberian bantuan, di saat Kepala Dinas sendiri berkunjung, hadir di rumah penderita penyakit kronis tersebut, saya malah koordinasi masalah lain ke Sekretaris Dinas Sosial P3A Blora yang saat itu ada di kantor. Dan saya hanya memberitahu kawan Pendamping PKH agar ikut mendampingi penyerahan bantuan ke penderita. 

Beberapa tahun lalu, saya sebagai TKSK pernah mengajukan usulan kepada Dinas Sosial agar memberikan kursi roda kepada salah seorang penyandang cacat akibat penyakit kronis. Seingat saya, warga Desa Temengeng yang lumpuh karena pernah menderita stroke. Tapi tidak bisa. Aturan saat itu, bantuan alat bantu tidak diperuntukkan bagi penderita cacat selain cacat bawaan sejak lahir.  

Sehingga ketika salah seorang anak dari Desa-nya yang tahun itu mendapat bantuan kursi roda khusus dari Program UPSK (saya lupa kepanjangannya), penyandang cacat karena penyakit kronis tersebut tidak ikut menerimanya. Tidak tahu sekarang bagaimana kabarnya. 

Gadget sudah dimiliki oleh semua Kepala Keluarga di Kabupaten Blora kecuali sebagian difabel dan lansia

Kemajuan Teknologi Informasi

Akhirnya, kemajuan teknologi informasi-lah yang turut berperan. Gadget sudah dimiliki oleh semua Kepala Keluarga di Kabupaten Blora kecuali sebagian difabel dan lansia. Dimiliki oleh para pemikir kritis hingga oleh penerima sembako dan PKH. Di rumah, mereka rata-rata punya motor satu atau dua. Miskin relative yang jadi patokan, indikator kemiskinan BPS sudah tidak jamannya. 

Sudah lazim, pemegang gadget menjadi lebih kreatif, apalagi bila ditunjang dengan kepekaan akan kondisi sekitarnya. Empati pada sesama tidak lagi dipendam di dada. Lewat fasilitas teknologi informasi yang mereka miliki, mereka mulai menunjukkan aktualisasi diri. Satu langkah positif dari mereka adalah dengan mengadukan nasib saudara-saudara mereka yang menderita ketunaan ke Dinas Sosial di Kabupaten atau Kota-nya. 

Bukan hanya Dinas Sosial, beberapa juga menghubungi LSM lokal di daerahnya. Para aktivis inilah yang berperan penting membuat perubahan di Kabupaten Blora. Entah karena memang sudah begitu aturannya, atau karena desakan Lembaga Swadaya, aturan pemberian bantuan jadi berubah begitu saja. Hampir semua usulan dari warga, apalagi bila didukung oleh kawan-kawan Lembaga Swadaya mendapat perhatian khusus dari Dinas Sosial Kabupaten Blora. 

Lewat tulisan ini, saya sebagai TKSK Kecamatan Sambong Kabupaten Blora sangat mengapresiasi kepedulian mereka. Kepedulian semua warga, kepedulian kawan-kawan LSM, dan kepedulian para pegiat media sosial Kabupaten Blora. Terima kasih pula buat Bupati Blora. Bunda Paud Kabupaten Blora yang aktif bergerak bersama pegiat media sosial Kabupaten Blora. Terima kasih buat Wakil Bupati Blora dan Mas Yus suami Wakil Bupati Blora pedagang mobil yang suka menyantuni dhuafa. Suka juga ngasih uang saku ke TKSK.  

Tapi, agak repot memang, ketika saya sendiri sebagai TKSK yang tidak sekali dua kali dimintai bantuan dari beberapa warga untuk menguruskan BPJS Kesehatan, malah jarang sekali ada hasilnya. Ketika menagih ke petugas Dinsos P3A Blora yang diserahi ngurusin BPJS di Kantor Sistem Layanan Rujukan Terpadu Kabupaten Blora, malah justru kartu yang keluar bukan yang menjadi prioritas saya. 

Introspeksi TKSK Digitalisasi Saja Segala Kartu Keluarga Sejahtera

Digitalisasi Saja Semua Kartu yang Ada

Kadang saya jadi bertanya, mengapa juga banyak orang yang baru mengurus Kartu Indonesia Sehat ketika keadaan sudah mendesak. Misalkan sebelumnya sudah punya, mengapa juga tidak mau menyimpan di tempat yang mudah ditemukan, sehingga tidak melulu pakai alasan "ketlingsut" atau hilang. Sehingga saya tidak perlu berbohong mengatakan kalau yang bersangkutan belum pernah menerima KIS sebelumnya. 

Pernah sesekali KPM Bantuan Pangan Non Tunai curhat sama saya. "Kartu saya hilang gimana Pak?". Saya jawab, "Pokoknya dicari dulu. Kalau tetap gak ketemu urus Surat Kehilangan ke Polsek. Habis itu tak antar ke Bank minta dicetakkan gantinya." Ternyata keesokan paginya dia nemui saya dan bilang kalau sudah ketemu KKS-nya. 

Saya jadi ingat. Bulan Desember 2021, ada pencairan para KPM penerima program RTLH. Program dari Ditjen KFM Wilayah II. Apa baiknya Kemensos RI selain bikin program rehab Rumah Tidak Layak Huni atau RTLH juga bikin program rehabilitasi Rumah Tidak Layak Dokumen ya? Kalau RTLH per KPM kan Rp 20 Juta. Nha kalau RTLD cukup beberapa belas ribu saja, buat pengadaan dokumen keeper bagi para KPM yang pasti suka cita menerimanya. 

Atau, karena teknologi digital berikut teknologi security data telah begitu majunya, maka daripada mahal-mahal untuk pencetakan kartu dan buku rekening bank (bila dibutuhkan), kan lebih baik didigitalisasi saja semuanya. Bikin satu APK atau software apa sajalah, yang penting bisa sebagai sarana validasi pemilik akun bantuan sosial di seluruh Indonesia. 

Entah itu dengan terlebih dahulu merekam sidik jari, tidak harus ibu jari, atau retina mata para KPM kemudian memprosesnya menjadi kode digital signature sebelum bantuan diterima. Anggap saja scanning dan appending record sidik jari atau retina itu sebagai ganti Kartu KIS, KIP, BPNT atau Kartu Keluarga Sejahtera. 

Dengan begitu, KPM tidak perlu takut lagi kehilangan atau kecolongan kartunya. Pendamping tidak semakin direpotkan. Institusi Kesehatan maupun Bank Himbara atau PT Pos Indonesia juga tidak tersita waktunya menyelesaikan permasalahan customer (KPM) yang sebenarnya masalah seperti ini tidak perlu ada. Dan Negara-pun dapat menghemat dana cetak formulir - cetak buku - cetak kartu KIS, KIP, BPNT, KKS, atau kalau di Jawa Tengah juga ada Kartu Jateng Sejahtera. (Heri ireng)