Perspektif UU Kesejahteraan Sosial Versi TKSK Sambong Blora Jawa Tengah

Mumpung lagi mood, rasanya kok kita perlu menyamakan persepsi tentang konsep "Konsep Kesejahteraan Sosial". Maka pada postingan kali ini coba kita bahas sekilas tentang Undang-Undang Kesejahteraan Sosial. Kesamaan persepsi jelas diperlukan sebagai antisipasi konflik internal pada pelaksanaan tugas atau pelaksanaan program. Perlu disepakati satu acuan baku untuk memberikan sebuah pendekatan tentang Kesejahteraan Sosial. Dan satu-satunya instrument paling aman untuk menjelaskan tentang Kesejahteraan Sosial adalah Undang-Undang No 11 Tahun 2009 yang juga tentang Kesejahteraan Sosial.  

Oke, langsung pada intinya. Definisi Kesejahteraan Sosial menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2009 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Sedangkan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Sewaktu Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ini disahkan, Pemerintahan Pusat telah menyadari bahwa begitu pentingnya issue Kesejahteraan Sosial. Bersamaan dengan diterbitkannya UU No 11 Tahun 2009, dibentuklah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk kemudian dibina semi militer di masing-masing Rindam pada era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lepas dari itu, pada Undang-Undang Kesejahteraan Sosial dijelaskan bahwa, pembangunan Kesejahteraan Sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sila kelima Pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pemenuhan Hak atas Kebutuhan Dasar

Permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia menunjukkan masih ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.

Lalu apa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar sesuai peraturan perundang-undangan? Satu-satunya kodifikasi yang layak untuk menerangkan tentang kebutuhan dasar adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Angka 3 disebutkan bahwa Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.

Sebagai catatan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sosial adalah hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau sifat-sifat kemasyarakatan yang memperhatikan kepentingan umum.

penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya

Kembali ke bahasan tentang Kesejahteraan Sosial, pada pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu.

Dan ternyata Pemerintah Pusat mengakui bahwa, dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara, serta untuk menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial di tingkat lokal, nasional, dan global, maka pada tahun 2009 dilakukan penggantian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009. Materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, antara lain, pemenuhan hak atas kebutuhan dasar, penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara komprehensif dan profesional, serta perlindungan masyarakat. 

Dan untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, Undang-Undang ini juga mengatur pendaftaran dan perizinan serta sanksi administratif bagi lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi warga negara untuk dapat hidup secara layak dan bermartabat. (HW)